Sesuai dengan namanya, startup adalah perusahaan yang baru saja dirintis oleh orang-orang visioner dengan gagasan-gagasan baru bertujuan berkontribusi pada perubahan yang baik di dunia. Sementara itu, perusahaan konvensional bisa dibilang adalah perusahaan yang sudah lama bertengger baik itu korporat multinasional maupun badan PT yang sudah berdiri lama.
Pada dasarnya, pekerjaan itu sendiri adalah sistem dan sistem kerja (workforce) serta lingkungan kerja (work environment) sangat berbeda dari startup dan juga perusahaan konvensional. Namun, basis keseluruhannya sama, yaitu mengembangkan sumber daya manusia, mengembangkan ekonomi Indonesia, dan memberikan progres yang baik pada dunia.
Saat ini, sudah lebih dari ribuan startup yang dirintis di Indonesia, mayoritas di antaranya merupakan hasil dari pendanaan foundernya sendiri (bootstrapping) dan sebagian kecil merupakan startup sukses yang sudah diberikan pendanaan oleh investor kelas atas, bahkan startup seperti GoTo (Gojek Tokopedia), Traveloka, Xendit, OVO, J&T Express, Ajaib, Kopi Kenangan, dan masih banyak lagi di masa yang akan datang.
Kemudian kita dapat melihat perusahaan konvensional di Indonesia yang sudah lama bertengger atau mengepakkan sayapnya hingga merebak luas ke Indonesia. Perusahaan-perusahaan tersebut meliputi pabrik, layanan keuangan dan finansial, konstruksi, pertambangan, tekstil, budidaya kelautan, dan bidang-bidang lainnya. Perusahaan konvensional tersebut bahkan sudah banyak yang melakukan IPO atau penawaran umum perdana di bursa efek Indonesia.
Perbedaan Signifikan Startup dengan Perusahaan Konvensional
Startup ini dibilang adalah definisi bagi perusahaan yang baru saja dirintis, dan makna kata startup itu sendiri pada dasarnya baru populer di kalangan milennial di abad ke-21. Semakin meleknya teknologi, terbukanya informasi, dan kemudahan mengakses layanan keuangan dengan infrastruktur yang baik membuat startup setiap bulannya membludak.
Terlalu banyak gagasan-gagasan yang ingin diraih oleh startup-startup yang baru saja berkembang, itulah sebabnya setiap bulan ada saja startup yang dirintis dengan produk pertama mereka atau MVP (minimum viable product).
Berbeda fokusnya dengan perusahaan konvensional yang sudah fokus pada bidang pengembangannya dan adanya perambahan ke bisnis lain membutuhkan waktu lama bagi perusahaan konvensional ini untuk beradaptasi. Ini juga menjadi salah satu alasan mengapa perusahaan konvensional yang sudah besar namanya seperti BCA lebih memilih untuk menjadi investor pada perusahaan startup dengan visi yang sama melalui tangan bisnisnya, Central Capital Ventura (CCV).
Kemudian perbedaan lainnya adalah katalis produk atau jasa yang dihasilkan. Produk atau jasa yang ditawarkan startup masih dalam tahap pengembangan atau bisa dibilang early access, jadi rentang audiensnya pun terbatas. Berbeda dengan pabrikan mobil maupun motor misalnya, yang sudah merilis puluhan produk dan ditawarkan ke khalayak masyarkaat luas.
Enak kerja di Startup atau Perusahaan Konvensional?
Menurut min Ribrick nih, indeks enak atau ga enaknya kerja itu bergantung pada beberapa faktor:
- Jenjang karier.
- Pengembangan diri.
- Peluang atau kesempatan yang luas untuk financial freedom.
- Lingkungan kerja yang suportif.
- Memberikan karyawan banyak benefit dan bonus.
- Fleksibilitas dalam Bekerja.
Mari kita analisis satu per satu, dimulai dari startup dulu ya. Kerja di startup itu bisa dibilang terlalu enak sih. Kenapa demikian? Pertama adalah jenjang kariernya. Kalau kamu masuk ke bagian jejeran pendir atau karyawan-karyawan awali startup tersebut, semakin berkembangnya startup, maka potensi karier kamu juga akan meningkat. Gaji yang meningkat, kenaikan jabatan menjadi sekelas direktur (CTO, CMO, COO, CFO), dan masih banyak lagi.
Kemudian juga dalam startup itu, penuh dengan tantangan-tantangan yang ada, sehingga ini sangat bagus menjadi pemicu perkembangan diri, dikarenakan jika kita dihadapkan pada tantangan yang berat, maka mau ga mau, pikiran pun harus bisa survive dan melawan bagaimana caranya agar tantangan tersebut dapat teratasi. Nah, startup menawarkan pengembangan diri ini melalui bekerja di bawah tekanan, apalagi, menjadi CEO atau Chief Everything Officer haha. CEO sekarang bukan lagi Executive melainkan Everything.
Tapi, yang paling penting dari itu semua adalah bergantung pada startup mana yang kamu pilih untuk bekerja. Jenjang karier dan pengembangan diri ini memang merupakan benefit yang sudah PASTI kamu terima pada saat bekerja di startup manapun itu. Untuk kesempatan financial freedom, lingkungan kerja yang suportif, serta bonus lainnya sangat bergantung ya sobat.
Misalnya saja, startup kamu sudah bertahun-tahun tidak ada pendanaan melainkan menggunakan kantong pribadi founder (bootstrapping), bisa jadi kesempatan financial freedom kamu menjadi lebih terhambat, kemudian jenjang kariernya juga. Tapi, sebenarnya startup itu sendiri pun bisa juga ditopang tanpa modal dari investor lho, satu-satunya startup bernama besar yang sampai saat ini tidak ada investornya adalah Zoho.
Mengenai lingkungan kerja yang suportif, di Ribrick Tech sendiri kita bekerja sangat asik dan suportif dong pastinya. Bahkan di ruang kerja pun masih ada kesempatan untuk bisa bercanda, tertawa, dan menganalisis proyek bareng-bareng. Nah, lingkungan kerja startup kamu gimana?
Jadi, sudah bisa dipastikan bekerja di startup itu sangat enak karena tidak kaku, banyak generasi muda yang visioner, orang-orangnya open minded. Dan pastinya lebih mudah bagi kamu untuk berkembang di startup dibandingkan dengan perusahaan konvensional.
Sekarang, kita akan coba bandingkan dengan perusahaan konvensional bernama besar. Anggap saja seperti BCA, Wijaya Karya, Pertamina, Indomaret, Alfamart, dan masih banyak lagi. Baik itu perusahaan swasta maupun perusahaan milik pemerintah, tetap saja jenjang karier akan sangat sempit. Persaingan ketat dengan para orang tua yang pemikirannya kolot, tidak terbuka, dan sangat suka mengatur-atur seenaknya menjadi ciri khas bagaimana lingkungan kerja di perusahaan konvensional sangat tidak suportif. Malah, lebih mengarah ke ajang kompetisi siapa yang paling berkuasa atau siapa yang paling memanjakan bosnya.
Kenapa demikian? Karena sebelumnya min Ribrick juga pernah lho bekerja di perusahaan konvensional, yang walaupun namanya tidak terlalu besar, tetapi lingkungan kerjanya sangat tidak asik, terkesan monoton dengan pekerjaan yang sama tiap hari tanpa adanya tantangan ataupun araahan untuk pengembangan diri melalui peningkatan skill.
Belum lagi ditambah orang tua yang sangat senang sekali mengatur, meminta pekerjaan dikerjakan secepat kilat dengan workflow yang berat, dan kecenderungan untuk lembur dikarenakan pekerjaan yang semakin banyak tiap harinya dan semakin berat, tetapi monoton.
Tapi enaknya bekerja di perusahaan konvensional itu karena benefit dan bonusnya, anggap saja, di pabrik misalnya terdapat bonus hari raya yang nominalnya cukup besar, kemudian benefit-benefit lainnya. Hal seperti ini jarang didapatkan pada saat kamu bekerja di startup. Walaupun startup menawarkan jenjang karier yang lebih bagus, tetapi jika startup tersebut bangkrut atau tidak dapat beroperasi lagi mau tidak mau kamu harus cari pekerjaan lain. Nah, berbeda dengan perusahaan konvensional seperti pabrik yang bisa menjanjikan kamu pekerjaan tetap hingga kamu usia tua dan pensiun, tetapi kenaikan gaji dan pengembangan diri tidak akan terlalu signifikan.
Jika kamu adalah orang yang suka tantangan, ingin mengembangkan karier dan meningkatkan skill diri, kemudian menginginkan lingkungan kerja yang kolaboratif, maka startup adalah jawabannya. Namun, jika kamu hanya ingin fokus agar tetap ada pekerjaan sampai tua, dengan tugas pokok yang monoton dan sama setiap harinya, tidak fleksibel, maka perusahaan konvensional seperti pabrik dapat menjadi jawabannya.