Selain kamu harus mempunyai model bisnis yang jelas dengan tingkat profitabilitas yang terukur, ternyata ada faktor lain yang membuat startup kamu dapat sukses bahkan hingga startup kamu dinobatkan menjadi startup unicorn kebanggaan negara. 5 Hal tersebut bisa dibilang adalah prioritas kecil tetapi menanggung beban yang besar untuk perkembangan sebuah startup, kalau kamu mengabaikannya, bisa-bisa startup kamu akan sulit berkembang.
Saat ini memang sedang trend orang-orang yang ingin merintis sebuah perusahaan atau bisa dikatakan membuat startup dan membuat perusahaan rintisan tersebut bernilai sangat tinggi. Lihat saja, per bulannya pasti ada saja startup-startup yang baru dibangun di Indonesia, yang bahkan sebagian belum mempunyai MVP (Minimum Viable Product), atau sebagian kecilnya lagi bahkan belum mempunyai resource memadai.
Kata banyak orang, membuat startup itu bisa membuat kita menjadi cepat kaya raya. Memang kalau namanya berbisnis itu semua tergantung nasib dan keberuntungan juga sih, ini menurut pendapat min Ribrick. Biasanya orang kalau memulai bisnis entah startup ataupun skala UMKM, yang harus dilakukan tentu saja bekerja keras dan berdoa dengan giat. Itu adalah the bare minimum. Sisanya, yang membuat sebuah bisnis berkembang adalah karena faktor lain, yaitu keberuntungan.
Bukan berarti min Ribrick melarang kamu berbisnis ataupun membuat perusahaan rintisan. Namun, kamu harus kenali kelemahan dalam diri dan identifikasi kelebihan yang membuat kamu cocok membuat bisnis dalam bidang tersebut. Kalau dalam mindset kamu yang terpikirkan hanyalah uang dan membuat banyak bisnis autopilot, sebaiknya hindari dulu fokus membuat startup. Karena dalam membangun perusahaan rintisan, kamu harus fokuskan seluruh ketekunan, tekad, niat, dan juga usaha untuk mengembangkan startup yang telah kamu bangun. Banyak seorang founder atau pendiri sebuah startup itu tumbang karena mereka tidak dapat fokus terhadap apa yang dikerjakan.
Berbisnislah sesuai dengan kemampuan dan kapabilitas bidang kamu, jangan semua bidang kamu embat. Ingat kan kata-kata Po dari Kung Fu Panda “the more you take, the less you have.” Kalau kamu serakah dan rakus ingin ambil bisnis di segala bidang, ya kamu tidak akan ke mana-mana, bisnis kamu akan stuck, reaching the point of no return, alias berujung pada gulung tikar.
Seorang Partner dari Venture Capital, Gary Staunton menjelaskan mindset dari rata-rata kebanyakan founder yang telah berubah dalam dua tahun terakhir ini dan bagaimana hubungannya dengan startup yang telah dibangun adalah cerita lain menuju kesuksesan.
Ketahui model bisnis dan hilangkan tujuan mulia
Orang-orang biasanya mengembangkan startup itu dengan visi yang hebat dan revolusioner. Mereka ingin membuat dunia menjadi tempat yang lebih baik. Tetapi, konsep tersebut terlalu luas dan bisa jadi tidak sesuai dengan apa yang kamu harapkan. Tujuan mulia boleh-boleh saja kamu canangkan dalam menjalankan perusahaan rintisan tetapi balik lagi, kalau kamu ingin berkembang, namanya bisnis ya harus mencari klien ataupun konsumen. Pelajari lagi model bisnis kamu sampai bisa mendapatkan profitability yang terukur.
Misalnya kamu ingin membuat bisnis startup yang menghubungkan antara penyandang disabilitas dengan yayasan swasta pemberi bantuan. Siapa yang jadi pelaku utama konsumen dalam model bisnis tersebut? Kamu pelajari lagi. Dalam dunia bisnis itu tidak ada yang dermawan, suntikan modal investor itu pastinya mengharapkan kamu dapat menjadi wadah pemberi cuan tambahan untuk mereka (investor). Kalau model bisnis tidak jelas tapi tujuannya mulia, namun tidak memiliki konsumen, tidak ada scalability, tidak terukur profitability, maka lebih baik kamu membuka yayasan amal sendiri, barangkali kalau teman kamu ada yang benar-benar ‘dermawan’ bisa memberikan kamu dana menjalankan yayasan.
Dalam bisnis startup, mulai dari operasional dan tata pengelolaan kamu harus melihat segala sesuatu sebagai peluang, peluang berbisnis dan peluang belajar. Kebanyakan pendiri dan CEO gagal memahami bagaimana caranya startup berkembang dan tidak stagnan. Alasan utamanya adalah operasional mulai dari turnover karyawan, sistem produk, dan lainnya itu perlu dipelajari dengan baik.
Secercah pembelajaran dan rekonstruksi mindset
Dalam dua tahun terakhir mulai dari tahun 2020 itu sudah banyak perubahan. Mulai dari cara kerja dan proses bisnis pun sudah berubah sangat drastis dalam waktu yang singkat itu. Sebuah perusahaan rintisan yang sangat rentan terhadap perubahan itu bisa saja hancur berkeping-keping apabila CEO atau Foundernya tidak bisa beradaptasi dengan baik pada perubahan. Bahkan perusahaan bonafit saja itu bisa bangkrut seperti Nokia yang di ambang gulung tikar akibat tidak mau menerima perubahan bahwa handphone yang dulu sudah berubah menjadi smartphone yang sekarang.
Inilah yang harus dipikirkan dalam membuat sebuah perusahaan rintisan. Misalnya saja, kamu membuat perusahaan rintisan powerbank berbasis li-ion. Kalau di masa depan baterai akan berubah bagaimana? Kalau kamu tetap stay dalam pemikiran kolot, apalagi dalam membuat startup dan sedang pitching ke investor besar, hilangkan mindset “saya selalu benar” menjadi “saya harus terus belajar” agar startup kamu tidak bangkrut. Kan banyak sekali ya CEO yang merasa dirinya selalu benar, punya pemahaman lebih tentang programming, digital marketing, dll., tetapi ya pemikiran seperti inilah yang membuat startup tidak dapat berkembang.
Dengan segudang industri yang dapat menjadi peluang untuk membuat startup, tentu saja, rekonstruksi dan rekonsiliasi ide-ide hebat adalah basis fundamental utama dalam mengembangkan sebuah startup yang sukses. Untuk itu, diharapkan apabila kamun ingin membangun startup yang benar, kamu dapat mempelajari hubungan strategisnya.
Membuat lingkungan kerja yang menyenangkan
Sebagai seorang pengusaha juga pebisnis, tentunya kamu tahu bahwa aset paling berharga dalam sebuah organisasi maupun perusahaan adalah orang-orang yang terlibat di dalamnya, baik itu karyawan dan juga eksekutif. Orang-orang yang terlibat dalam perusahaan itulah yang membuat startup dapat berkembang pesat.
Min Ribrick ambil contoh di sini adalah Gojek, sejak pertama kali didirikan, foundernya Nadiem Makarim sangat bersabar dalam membangun Gojek hingga saat ini sampai merger dan sudah melakukan penawaran publik (IPO). Jejeran pendiri di dalamnya dan orang-orang yang di dalam adalah alasan kuat startup besar asal Indonesia seperti Gojek dan Tokopedia (GoTo) dapat menjadi perusahaan dengan kapitalisasi pasar terbesar ke-4 di Indonesia. Dari mulai kantornya yang hanya berlokasi di alamat rumah hingga mempunyai gedung sendiri, hebat bukan?
Begitulah kurang lebih analogi, ya walaupun kurang bagus, tetapi pada dasarnya poin “lingkungan kerja yang nyaman” tetap berdiri teguh. Orang-orang akan mudah bosan apabila lingkungan kerja terlalu mencekam dna membuat karyawan tidak dapat berkembang, berangkat dari alasan ini pula sebagian besar dari mereka tidak dapat bertahan pada sebuah perusahaan rintisan lebih dari setahun.
Banyak sekali founder serta CEO yang bermimpi besar dapat mengantarkan startupnya menjadi unicorn. Tetapi ketika menyangkut kesejahteraan karyawan, seolah-olah pemimpin tersebut tutup mata. Ada orang yang bekerja di startup bahkan tidak mendapatkan gaji sepeserpun hanya diiming-imingi saham saja, namanya juga hidup, pasti ada kebutuhan. Lagi-lagi min Ribrick informasikan bahwa dalam dunia bisnis, tidak ada yang dermawan.
Buatlah lingkungan kerja senyaman mungkin, ambil contoh saja lingkungan kerja di Google berdasarkan banyak unggahan video YouTube orang-orang yang bekerja di sana. Kita bisa lihat sendiri betapa Google, perusahaan konglomerat ternama, sangat peka terhadap karyawannya. Mulai dari gaji yang ditawarkan sangat kompetitif, benefit lainnya menjadi karyawan, izin cuti yang lebih lenggang, jam bekerja yang fleksibel, dan kemungkinan untuk bekerja dari rumah adalah faktor utama lingkungan kerja perusahaan sangat suportif dan menunjang. Selain itu, faktor lainnya adalah ketika berada di kantor Google, sangat terdapat banyak fasilitas yang mumpuni mulai dari gym, game, kafe, restoran, dan masih banyak lagi.
Kerja cerdas dan kerja keras tetapi tidak terlalu menekan
Kunci utama agar karyawan dan talenta berbakat dalam sebuah organisasi maupun perusahaan rintisan adalah membuat mereka bekerja secara cerdas. Kamu sebagai pemimpin jangan asal memberikan tugas dan deadline, kemudian mengharapkan bahwa tugas tersebut selesai dengan standar tertinggi. Itu seperti memeras sapi sampai ke ujung bumi dan memanfaatkan freelancer yang dibayar sangat murah. Lagi-lagi berkaitan dengan poin nomor tiga, yaitu membuat lingkungan kerja yang nyaman.
Ada ragam transformasi yang telah diaplikasikan oleh segelintir startup, salah satunya startup asal Indonesia yaitu Flip. Min Ribrick seringkali melihat LinkedIn dari talenta startup tersebut, dan kebanyakan dari mereka sangat puas bekerja di Flip akibat banyak bonus, gaji kompetitif, dan yang terpenting adalah kerja hanya empat hari dalam seminggu. Yap, betul sekali, artinya hari Jumat, Sabtu, dan Minggu itu adalah hari libur atau weekend buat mereka. Min Ribrick agak iri hehehe.
Tapi, apakah sistem kerja 4-hari dalam seminggu efektif? Jawabannya ternyata sangat efektif! Produktivitas karyawan meningkat, skala operasional jadi lebih terarah, mental karyawan pun tidak terganggu. Apalagi dengan workforce dan workload yang kian berat seiring berkembangnya startup, mereka justru semakin senang dengan posisi dan pekerjaan di startup tersebut. Beberapa perusahaan besar bahkan menawarkan libur unlimited. Hasilnya, orang-orang jadi jarang mengambil cuti dan justru menggunakan cuti mereka dengan baik.
Apalagi sekarang di tahun 2022 ini, dengan pandemi COVID-19 yang telah berkepanjangan, banyak sekali keluarga yang senang karena bisa merasa lebih dekat. Dan dari segi lingkungan juga membantu mengurangi emisi yang ada karena kebanyakan karyawan bekerja dari rumah. Inilah yang perlu kamu tinjau, kerja cerdas di lingkungan yang nyaman dan suportif untuk bekerja, pasti karyawan bakal loyal terus.
Mencari orang yang tepat dalam mengeksekusi tugas
Orang yang mau bekerja itu sangat banyak, tapi yang menunjukkan dedikasinya dalam bekerja, membantu sesama tim ketika sedang kesulitan, memberikan kritik dan arahan sesama tim itu sangat sedikit tipe orang seperti itu. Oleh karena itu, tugas HRD adalah merekrut orang yang benar-benar memiliki kapabilitas ini.
Tidak perlu merekrut dengan kualifikasi tinggi seperti S1, S2, dan S3 (kecuali bidang tertentu). Contohnya saja programmer ahli di Amerika Serikat yang lulusan SMA atau high school graduate saja sudah dapat bekerja di perusahaan FAANG (Facebook, Amazon, Apple, Netflix, dan Google). Itu karena mereka mempunyai skil yang lebih tinggi dan pola pikir yang lebih berbeda. Intinya, orang-orang HR pasti tahu sih soal karakteristik orang.
Kebanyakan kasusnya adalah karyawan itu hanya kerja-pulang-kerja-pulang. Siklus ini seolah menandakan seperti bekerja di pabrik saja, tidak ada perubahan, tidak ada perkembangan. Jauhi orang-orang yang tipikalnya seperti itu, karena startup itu banyak tantangan dan tugas HR adalah menaungi tantangan tersebut dan memberikan arahan yang tepat kepada anggota tim dari banyak departemen.
Carilah orang yang mampu memberikan kritik, orang yang bisa memberikan kontribusi lebih dari jobdesk keseharian mereka, orang yang ingin terus belajar, orang yang rela mengerjakan sesuatu apabila dirasa perlu walaupun menambah jam kerja. Ini jadi bahan pertimbangan kamu sebagai CEO bersamaan dengan tim HR.