Bagi sebagian orang atau pihak, kerahasiaan suatu informasi merupakan hal yang sangat penting khususnya di era modern seperti sekarang. Mungkin di saat ini merahasiakan suatu pesan merupakan hal yang mudah, bahkan dapat dilakukan oleh hampir semua orang dengan menggunakan bantuan komputer. Dengan komputer, seorang kriptografer (orang yang menekuni bidang kriptografi) dapat lebih mudah membuat suatu algoritma tertentu yang dapat membantu merahasiakan suatu pesan bahkan dengan jumlah kata yang banyak. Namun bagaimana cara orang-orang terdahulu merahasiakan suatu pesan bahkan jauh sebelum komputer ada? Berikut sedikit pemaparannya.

(Hieroglif/Wikimedia Commons CC-by-SA 3.0)

Kriptografi sendiri merupakan sebuah ilmu sekaligus seni dalam menjaga keamanan pesan. Tentu saja kriptografi tidak selalu bersifat rahasia. Seperti tercatat dalam sejarah, bangsa tertua yang menggunakan kriptografi adalah bangsa Mesir kuno pada tahun 3000 SM, mereka menggunakan ukiran yang disebut dengan hieroglyphics untuk menjaga kerahasiaan suatu informasi. Kemudian bangsa Spartan Yunani pada awal tahun 400 SM memanfaatkan kriptografi untuk bidang militer dengan alat yang disebut scytale yaitu pita panjang dari daun papyrus, pesan dapat dibaca dengan cara digulungkan ke batang berbentuk silinder. Pada abad pertengahan sekitar tahun 800 M, seorang ahli matematika berkebangsaan Arab yaitu Al-Kindi memperkenalkan metode teknik analisa-frekuensi untuk mengetahui isi pesan rahasia dari metode monoalphabetic substitution, yang menjadi pelopor berkembangnya kriptologi atau ilmu kriptografi dan kriptanlasis atau studi untuk menemukan celah pada kriptografi modern. Lalu pada abad 15 M, bangsa Cina dan Jepang mulai menggunakan kriptografi.

(Wikimedia Commons CC-by-SA 3.0)

Analisis kriptografi oleh Al-Kindi dalam bukunya yang berjudul Risalah fi Istikhraj al-Mu’amma merupakan kriptanalisis yang paling signifikan dan terus populer hingga perang dunia II

Dalam proses kriptografi klasik, tentunya tidak akan lepas dari plaintext, enkripsi, chipertext, dekripsi, chiper, dan dechiper.

Tahapan dalam sebuah kriptografi adalah sebagai berikut:

Plaintext (Unencrypted Message) -> Encrypt -> Chipertext (Encrypted Message) -> Decrypt -> Plaintext (Decrypted Message)

Dimana:

– Plaintext (Unencrypted Message) merupakan pesan asli yang dapat dimengerti pembaca pesan sebelum pesan itu dienkripsi.

– Encrypt (Enkripsi) disebut juga enciphering adalah proses penyandian pesan plaintext menjadi bentuk chipertext.

– Chipertext (Encrypted Message) merupakan pesan yang telah terenkripsi sehingga tidak dapat atau sulit dimengerti oleh orang atau pihak lain.

– Decrypt (Dekripsi) disebut juga deciphering adalah proses mengembalikan chipertext menjadi bentuk plaintext atau pesan asli.

Proses Dekripsi dibilang baik jika Plaintext (Unencrypted Message) mendekati atau bahkan sama dengan Plaintext (Decrypted Message) atau pesan aslinya. Pada dasarnya proses dekripsi bertujuan agar pesan yang terenkripsi dapat terbaca dan dapat dipahami isinya.

Chiper merupakan suatu pola untuk mentransformasi atau mengubah pesan asli kedalam bentuk sandi. Sedangkan Dechiper merupakan suatu invers atau kebalikan dari pola Chiper untuk mengembalikan bentuk sandi menjadi pesan asli. Pada perkembangannya hingga seperti kriptografi pada saat ini, Chiper dan Dechiper bukan lagi hanya suatu pola, melainkan juga direpresentasikan dalam bentuk suatu algoritma dan fungsi matematika yang cukup rumit.

Untuk kriptografi klasik sendiri dibagi menjadi dua jenis, yaitu metode penyandian substitusi seperti Caesar chiper, Vigenère cipher (polyalphabetic substitution), serta metode penyandian transposisi, dan lain sebagainya.